Popular Post

Posted by : Unknown Selasa, 21 Januari 2014

    Pepohonan mengundang kedamaian hidup , sejuk lembut seakan menerbngkan sejuta pesawat kertas berisikan doa sema insan. . . puluhan juta langkah kaki ini menapaki bumi hutan , tak seorang pun bisa menjamah lukisan alami dunia itu , gemercak air menarik perhatianku dan benar saja kembali aku di buat terpanah oleh kejernihan air surga yang mengalir setia sebagai jalur para ikan menjalani kehidupan. . .
    ku basuh wajah lelah ini berharap kesegaran mengalir untuk membuatku termotivasi kembali dalam menuliskan nama flora yang mendiami tempat indah itu , tak ada kata "bosan" dalam catatanku , semakin ku menyelam ke dalam lautan bunga maka semakin aku terhanyut oleh antah brantah yang menyesatkanku ...
    Terkadang malam menjadi menakutkan, sejumlah mata memandangiku dengan penuh rasa lapar, seakan siap menyantap tubuh yang lelah ini yang terkuras kegiatan di siang hari, tapi cahaya api melindungiku, memberikan kehangatan selimut malam berbentuk aura, ku pejamkan mata ini mencoba pergi menuju dunia lain yang di sebut "mimpi" ...
    Kicauan anak burung membangunkan aku, dengan perasaan malas ku lanjutkan melangkah menuju seluruh penjuru mata angin, sampailah di penghujung hutan dan lambaian dedaunan seakan memberikan salam perpisahan kepergianku menuju kerajaan hijau berikutnya, cuaca yang semakin hari semakin dingin mambuatku takut akan alam yang enggan berbagi santapan esok hari, ku putuskan untuk pergi menuju kota untuk sekedar mangumpulkan bahan makanan, saat musim salju tiba semua pemandangan hanya putih, bahkan aku belum sempat mengucapkan selamat tinggal kepada ribuan daun yang berguguran pada musim gugur...ku putuskan kembali menuju hutan, berjalan perlahan di antara pepohonan musim semi yang tak berbunga di musim dingin, sesampainya di sana aku merasakan kesunyian yang mengerikan, tak ada lambaian mesra bunga,tak ada gemercik air suci yang mengalir,bahkan pepohonan yang berhasil bertahan seolah mencampakan kedatanganku ... membangun sebuah tenda kemah dan mempersiapkan bahan makanan hanya itu yang ku lakukan untuk mengusir kesunyian hutan di musim salju kali ini ...
    Ku taruh ransel besarku dan menemukan sebuah buku catatan yang berisikan data flora tahun lalu aku terkejut melihat sebuah gambar bunga yang berwarna kuning emas berdiri tegak di antara ribuan ton salju mengelilinginya, "bunga matahari seharusnya tidak bertahan saat musim dingin,lantas apa arti dari catatan ini?" pertanyaan mutlak yang belum tersampaikan untuk orang yang memiliki catatan ini , beliau adalah ayahku ... sedikit flashback terlintas dalam pikiran ini ketika ayah mengajarkan dan memperkenalkan dunia petualangan flora/bunga kepadaku, sejak saat itu ku putuskan untuk mempertahankan bakat yang di warisi oleh ayahku itu , hanya catatan lawas ini yang ku terima sebagai bekal perjalananku, tak bisa ku pungkiri catatan ini selalu saja menyelamatkanku ...
    Malam musim dingin meniupkan aroma ketiadaan , dengan bara api yang mencoba bertahan hidup menghangatkan suasana malam itu, bulan yang samar-samar,aungan serigala dan gesekan ranting kering menambah kemurkaan salju pada saat itu, ku pejamkan mata untuk sekedar berdoa agar tak terjadi badai kehancuran yang siap menerjangku setiap saat ... pagi yang sedikit suram membangunkan hasrat ini, ku lanjutkan perjalanan tak tentu arah hingga sebuah hal mengejutkanku, seorang gadis terlihat lemah sedang terkapar sambil memeluk sesuatu yang sepertinya amat sangat dia lindungi, jiwa kemanusiaanku muncul, ku ambil selimut tebal dalam ransel yang penuh sesak dengan barang dan aku balutkan ke tubuh gadis itu ...  betapa sangat aku terkejut ketika malihat apa yang dia lindungi adalah sekuntum bunga matahari yang indah namun tak bernyawa ... sebuah telapak tangan nan hangat menyantuh pipi ini, si gadis sadar dan tersenyum melihat dengan tatapan penuh harap seperti sedang mengucapkan "jika kau menemukanku,maka setiap butiran salju akan menjadi cerita, dan jika kau kehilangan arah hidupmu,maka biarkanlah aku menjadi mata angin dalam kompas perjalanan hidupmu"
    Segera ku bangun tenda kemah dan ku buat api unggun dalam skala besar berharap anak manusia ini terselamatkan dari rasa dingin yang menyelimutinya ... menunggu detik demi detik membuatku sedikit jenuh, ku putuskan membaca catatan kecilku pada lebar selanjutnya, lagi dan lagi aku di buat kaget oleh catatan itu, sebuah kertas terlihat melipat dan menyembunyikan sesuatu, "serbuk bunga?" ucapanku heran melihat sebuah serbuk aneh yang lebih mirip pasir halus itu, indera perasaku tergerak untuk mencicipinya dan apa yang aku rasakan setelah itu, kehangatan yang maha dahsyat menyalimuti tubuh ku, sebuah catatan terlihat samar di buku ini, dengan teliti ku cerna kata demi kata , "hangatkanlah bumi ini di saat salju menjadi rivalmu , dan biakkan lah saat musim semi menyapamu"
    Segera ku masak serbuk entah berasal dari tanaman apa itu, dan ku minumkan ke gadis ini, berharap cemas dia segera dapat membuka cakrawala kehidupannya, tetapi tetap tak ada respon yang dia keluarkan, air mata keletihan ini mengalir beku di antara penyesalan, "haruskah aku menyalahkan alam yang kejam mentelantarkan gadis lemah ini" sebuah sentuhan lembut kurasakan seiring menjauhnya pertanyaan bodohku tadi, "terima kasih" ucapnya yang lemah namun memecahkan kebuntuan hasrat ini, setelah dia merasa lebih baik dia mengajak ku ke sebuah rumah antik yang dinding dan lantainya terbuat alami dari kayu, terbukalah pintu istana kayu itu, "seorang gadis lemah hidup sendiri di hutan bersalju ini! " pikiran cemas melanda ku kembali, "mulai hari ini aku tak akan sendiri lagi,lihatlah bunga-bunga yang aku selamatkan itu, " ucapnya sambil menunjuk kearah bunga-bunga yang sudah tak bernyawa namun masih terlihat indah karna di awetkan, "apakah perlu menyelamatkan buna-bunga yang sudah tak bernyawa itu?" pertanyaan bodoh kembali ku buat setelah apa yang dia katakan, "setelah mati nyawa bunga akan lenyap, raganya akan layu melambai, tetapi puisi yang tercurahkan dari setiap lambaian kelopak bunga itu akan abadi, mencerna kesedihan seseorang yang menyelamatkannya "
    Aku rasa jiwa kemanusiaanku tak sebanding dengan kalimat yang baru saja dia ucapkan, ibarat berlian yang terpendam di balok es kata-katanya berkilau sejuk, 2 tahun beselang aku memutuskan untuk mengikat sumpah dan janji dalam kata "pernikahan" dengan gadis itu sebagai pendamping hidupku,
    Musim semi tiba, sesuai wasiat ayah, ku tabur serbuk bunga itu di pekarangan, dan saat mereka tumbuh puisi hutan pun kembali ku dengar syahdu

    "Dan jika kehijauan kami memudar, kami akan tetap tumbuh meski di balik batu sekali pun (lumut) , angin akan membawa setiap kehijauanku dan menebar aroma khas yang akan mengingatkanmu bahwa hutan adalah kerajaan yang tak kenal lelah dan terus menerus setia menghisap sari kepedihan dalam hatimu"

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © (ANJAR) 釜口吉田くん - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -